It wasn’t a Romeo & Juliette’s Story

 That is you were Romeo. You were throwing pebbles. And my daddy said “Stay away from Juliet.” And I was crying on the staircase. Begging you “Please don’t go.” 

“Pletak” Suara pantulan kerikil mengenai jendala kamar Julie. Julie bergegas bangun. Senyum di wajah cantiknya mengembang. ” Romeo...Romeo...” Dalam hati Julie bersorak kegirangan. Jullie membuka jendela kamar dan mendapati sosok Romi kekasihnya, berdiri disitu, tepat di depan jendela. Romi nyengir dan memberi isyarat agar Julie segera keluar menemuinya. Julie mengangguk, menutup kembali jendela kamarnya dan menyambar jaket yang tersampir di kursi meja riasnya lalu dengan hati-hati berjalan berjinjit keluar rumah.
”Hmmmmh coba aja kamar aku itu ada di lantai dua, terus ada balkonnya, kan adegan tadi itu jadi mirip banget kayak di cerita Romeo and Juliet” Katanya sambil bersungut-sungut begitu berhasil kabur dari rumah tanpa ketahuan Ayah dan masuk ke mobil Romi. Romi terkikik mendengar keluhan Julie.
” Jangan deh yank. Repot. Masa aku harus nyewa tangga mobil pemadam kebakaran tiap mau nyulik kamu...” Candanya. Julie cemberut
” Gak papa. Jadi aku bisa tau pengorbanan kamu buat aku...” Romi terkikik lagi. Julie ini emang Juliet want to be banget. Mentang-mentang namanya mirip-mirip Juliet. Julie jadi terobsesi sama kisah cinta legendaris karya shakespere yang sangat terkenal itu. Terlebih lagi dia ternyata memiliki pacar bernama Romeo. Dan juga hubungan mereka tidak disetujui oleh Ayah Julie yang galak dan perfeksionis, kisah cintanya jadi sama seperti kisah Romeo and Juliet.
” Jangan-jangan papa kamu itu gak suka sama aku gara-gara nama aku Romeo yank.” Kata Romi air mukanya dibuat buat sok serius, matanya menatap lurus kearah jalan raya di depannya. Julie menatap Romi heran.
” Iya, soalnya papa kamu itu khawatir kalo imajinasi anaknya tentang kisah cinta Romeo and Juliet jadi tambah liar kalo kamu pacaran sama laki-laki bernama Romeo....emmm kalo gak, papa kamu malah udah mulai kebawa arus imajinasi buatan kamu itu yank. Papa seorang Juliet, harus melarang anaknya berpacaran dengan Romeo.” Mendengar kata-kata ngawur Romi julie langsung sebal dan mencubit lagi pinggang kekasihnya. Romi menggeliat kegelian.
” Aw jangan dipinggang cubitnya dong, geli nih, kamu mau mobilnya oleng nabrak pohon terus kita mati bareng kaya dicerita Romeo and Julet? ” Goda Romi lagi. Julie malah semakin mengeraskan cubitannya. Romeo terbahak.
**
” Darimana kamu Julie?” Sebuah suara berat mengejutkan Julie yang sedang mengendap-ngendap masuk dalam kamarnya. ”Papa...aku...aku dari kamar madi pa....” bohongnya pada papa. Papa Julie tidak percaya begitu saja. Julie terlalu bodoh untuk berbohong. Masa dia  kamar mandi sambil menenteng sepatu sandal dan jaketnya. Papa berdehem lalu mengisyaratkan kepada putrinya untuk duduk di kursi ruang keluarga tepat di depan kursi dia duduk sejak tadi. Julie pasrah dan menurut saja, toh dia sudah tertangkap basah, dia tidak pandai mengelak.
” Berapa kali kamu kabur dari rumah malam-malam dengan pacarmu tanpa sepengetahun papa seperti ini?” Tanya papa. Julie menjawab dengan takut-takut.
”Baru kali ini kok pa” lagi-lagi Julie berbohong.
”Baru kali ini yang ketahuan papa?” Julie menundukkan kepalanya.
”Julie Cuma jalan ke mall sama Romi, pa...Kalo papa ngijinin Julie keluar malam sama Romi juga Julie gak akan pergi sembunyi-sembuunyi.”
” Kamu tahu kan kalau sekarang ini sedang marak berita kriminal seorang gadis diperkosa sama teman laki-lakinya sendiri. Papa pikir kamu ngerti alasan papa melarang kamu keluar malam-malam” Julie mengkerut di kursinya. Julie kesal, papa terlalu paranoid dan memperlakukannya seperti anak kecil.
”Iya, Julie janji gak akan ngelanggar peraturan papa lagi” Janji Julie, tapi sepertinya papa tidak percaya padanya. Papa mengancam kalau Julie berani keluar malam selain malam hari libur sekolah berdua saja dengan Romi, maka papa akan datang ke sekolah dan menemui Romi secara langsung. Julie tentu aja gak mau hal itu terjadi, bisa malu dia. Apalagi Romi. Jadi Julie menyerah dan keesokan harinya langsung memberitahu Romi kalau dia sekarang gak lagi bisa kabur malam-malam. Tapi ternyata Romi malah dengan santai bekomentar.
”Ya udah ga papa, wajar kalao papa kamu kuatir. Lagian kan kita masih bisa ketemu di sekolah, atau jalan-jalan hari Minggu. Suatu saat nanti juga papa kamu bakalan ngijinin kita pacaran” kata Romi  Julie malah kecewa mendengar pernyataan romi. Julie pergi begitu saja meninggalkan Romi dan masuk ke dalam kelas. Romi mendecakkan lidahnya lalu berjalan menuju kelasnya sendiri.
**
”Lo berantem sama Romi ya?” tanya Vania sahabat Julie dengan penuh selidik. Mereka baru saja berpapasan dengan Romi dan Julie mengabaikan begitu saja sapaan kekasih yang biasanya selalu dia banggain di depan Vania itu.
”Menurut loe?” Tanya Julie balik dengan cueknya.
 ”Kaya orang lagi marahan sih..beneran ya?” Vania memasang tampang seperti orang sedang berfikir keras.
 ”Lo marah sama Romi gara-gara apalagi? Gara-gara Romi gak  mau jemput elo malem-malem kerumah terus main kabur-kaburan lewat jendela kaya cerita Romeo and Juliette gitu?” Julie menghentikan langkahnya dan menggeram kesal mendengar perkataan sahabatnya.
 ”Loe ngeledekin gue ya?” Semprotnya, Vania tertawa
 ”Kok kesel sih? Hiiih PMS loe ya...marah-marah muluu.”
”Gue sebel Van sama si Romi. Dia kok bisa santai kayak gitu sih ngadepin masalah hubungan kita yang backstreet. Gue jadi ngerasa dia gak sayang-sayang banget sama gue” Curhat Julie kepada Vania. Vania malah terbahak mendengar keluhan sahabatnya yang manja itu.
”Tega deh loe malah ngetawain” Protes Julie. Vania buru-buru membekap mulutnya sendiri, khawatir kalo sahabatnya tambah ngamuk.
”Gini ya princess julieetttt....elo itu sama Romi masih pacaran. Kalian 17 tahun aja belom. Ya kalo dilarang pacaran sama ortuuu. Itu wajarrr. Dan kalo misalnya si Romi nanggepinnya santai, ya fine aja. Emang menurut loe si romi kudu gimana? Sujud-sujud di depan bokap loe trus ngancem mau gantung diri di pohon toge kalo gak diijini pacaran sama elo.” Jelas Vania. Bukannya dapet pencerahan, si Julie malah ngerasa tambah BT. Gak ada yang ngedukung dia. Julie melanjutkan jalannya menuju kelas sambil meraju kepada Vania.
”Loe tokoh apa sih Van? Di cerita Romi and Julie harusnya yang ada tuh orang terdekat Juli bukannya bikin down tapi bantuin cara biar Julie nemuin jalan keluar.” Kata Julie. Vania yang mengekor dibelakangnya kali ini tidak kuat untuk menahan tawanya. Dan tawa Vania sukses bikin Julie jadi tambah kesel. Julie menarik rambut panjang Vania sampai gadis itu berhenti tertawa.
­**
Juliette meminum racun itu dan terkulai lemas. Wajahnya seketika memucat seperti mayat. Romeo terkejut melihat Juliette nya terbaring tanpa nafas. Romeo memeluk Juliette  lalu menodongkan senapan ke pelipisnya sendiri. Romeo menarik pelatuk dan sebutir peluru melesat lalu pecah dikepala Romeo. Romeo meninggal seketika dan terkulai disebelah tubuh Juliette yang ternyata pelan-pelan mulai memanas dan kembali dialiri darah. Juliette bernafas dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Kali ini ia yang terkejut mendapati Romeonya terbarig bersimbah darah.
”Romeo..Romeo..aku masih hidup” Isak Juliette sambil memeluk tubuh Romeo. Matanya lalu tertumbuk pada senapan yang masik digenggam oleh kekasihnya. Dengan tangan bergetar Juliette mengambil senapan itu dan mengarahkan ke kepalanya. Juliette tidak akan pernah hidup jika Romeonya tiada. Juliette menarik pelatuk senapan dan sebutir peluru lagi menghabisi nyawa gadis cantik pemilik cinta Romeo. Hidup mereka pun berakhir disitu. Namun kisah cinta mereka abadi hingga kini.

”Loe serius, Julie? Apa rencana elo ini gak kelewatan?” Vania langsung protes dan  keberatan waktu Julie tiba-tiba datang kerumahnya dan menyampaikan rencana untuk mengguji cinta Romi. Julie mengangguk mantap.
”Gue kesel Van. Tadi gue nelpon Romi minta jemput pulang les. Tapi loe tau gak Romi bilang apa? Dia bilang dia capek dan ngantuk. Tega banget kan. Dia udah gak kuatir lagi sama gue. Dia lebih milih tidur daripada jemput gue les.” Curhat Julie lagi.  Vania menggeleng prihatin. Julie ini udah kelewat terobsesi sama kisah cinta Romeo and Juliette. Dan vania sudah tidak bisa mentolelir lagi sikap insecure Julie yang berlebihan terhadap Romi.
”Kan kali aja Romi beneran capek dan ngantuk. Loe kan tau dia juga jadi panitia pensi di sekolah kita. Kesana kesini cari sponsor. Ngurusin panggung. Lagian tanpa dijempuut dia loe kan bisa pulang sendiri dengan selamat kan?” Vania mencoba memberi pengertian. Lalu Juliette memasang tampang melas didepan Vania. Senjata pamungkasnya. Vania sudah lama bersahabat dengan Julie, dan Vania tau betul Julie ini keras kepala. Kalo udah pengen A. Ya harus dapet A. Vania menyerah. Percuma berdebat sama Julie.
”Terserah deh. Yang penting gue udah ngingetin.” Kata Vania akhirnya. Julie tersenyum dan memeluk Vania. Vania tidak membalas pelukan Julie. Ada perasaan tidak enak menyelinap dihatinya.
”Sekarang elo telpon Romi. Bilang sama dia kalo pulang les gue keserempet mobil dijalan pas nungguin angkot. Loe bilang aja gue cuma lecet-lecet terus dibawa ke puskes. gue mau tau dia dateng nyamperin gue buat minta maap apa engga.” kata Julie menjabarkan rencananya. Vania malas-malasan mendengarkan. Buat Vania ini sama sekali gak penting dan gak lucu. Ngapain sih pura-pura keserempet mobil Cuma buat ngebuktiin rasa sayang pacar ke kita. Konyol. Julie bener-bener konyol. Vania beneran gak sanggup berakting seperti yang Julie minta.
”Ini yang terakhir kalinya ya Jul gue mau ngikutin permainan konyol loe ke Romi” Ancam Vania sambil mengambil handphone miliknya. Vania mencari nama Romi di phonebook dan mulai mencoba menghubungi Romi. Julie memperhatikan Vania berbincang di handphonenya. Lalu ketika Vania mengakhiri pembicaraan dan meletakkan handphonenya diatas meja dengan wajah gak ikhlas. Julie langsung memberondong Vania dengan bermacam-macam pertanyaan.
”Yang ngangkat bukan Romi tapi Lisa adeknya. Dia bilang abangnya tidur pules banget gak denger ada telpon. Jadi dia yang ngangkat. Gue udah sampein semuanya ke Lisa. Soalnya Romi susah dibangunin. Kata Lisa nanti dia yg nyampein ke Romi. Gimana selesai kan tugas gue?” Jelas Vania. Julie terlihat puas.
”Loe bilang gue Cuma lecet-lecet kan tadi? ” Taya Julie. Vania mendelik kesal.
”Elo kan denger sendiri Julieeeee”
”Oke kalo gitu kita harus cepet-cepet ke puskes nungguin apa si Romi dateng apa enggak.” Julie menarik tangan Vania dan menyeret sahabatnya untuk ikut ke Puskesmas. Vania Cuma bisa pasrah.
**
Julie tertunduk lesu di depan sebuah gundukan tanah merah yang masih basah. Air matanya tidak berhenti mengalir. Vania yang sejak tadi setia menemani Julie tidak berusaha membuat Julie tenang. Vania sendiri terpukul dan tidak kuasa menahan air matanya. Di depan mereka jasad Romi terkubur. Semua karena kebodohan mereka. Hari itu Romi tidak datang ke puskesmas seperti yang Julie harapkan. Sampai hampir petang mereka menunggu disitu. Julie sudah pasrah dan berfikir kalau Romi memang bosan dan tidak lagi menyayanginya. Vania tidak berkomentar. Entah kenapa perasaannya tidak tenang. Dan ketidak tenangannya terjawab ketika mereka mendapat kabar kalau Romi kecelakaan. Sebuah truk menabraknya saat dalam perjalanan menuju puskesmas. Romi yang panik luar biasa ketika Lisa mengatakan Julie kecelakaan langsung berlari menyambar kunci motor dan melesat keluar dengan kecepatan tinggi sebelum Lisa sampai pada kata-kata Julie Cuma lecet-lecet. Romi sangat panik dan merasa bersalah. Harusnya tadi dia tidak menolak untuk menjemput Julie pulang. Dan kepanikannya membuat Romi tidak fokus pada jalanan yang dilaluinya. Ketika berusaha menyalip kendaraan di depannya dan masuk ke jalur berlawanan Romi baru menyadari kalau sebuah truk berjalan cepet kearahnya dan tabrakan itupun tidak bisa lagi terelakkan.
Vania merasa ikut bertanggung jawab atas hal ini. Kebohongannya membuat sebuah nyawa melayang. Keluarga Romi tidak menyalahkan mereka sama sekali. Tidak ada yang tahu kalau sebenarnya rencana bodoh mereka lah yang membuat Romi tiada. Sebelum pergi meninggalkan pemakaman, Lisa sempat menghampiri Julie dan mengatakan kalau abangnya sangat menyayangi Julie.
”Hari itu pulang sekola abang keliatan kecapean banget dan bilang ke gue kalo dia agak gak enak badan. Tapi waktu denger kabar kak Julie keserempet mobil dan dibawa kepuskesmas dia langsung lari gitu aja sebelum gue bilang kalo kakak gak papa dan cuma lecet-lecet. Gue harusnya ngejar dia dan nyelesain kata-kata gue. Jadi dia gak panik gitu” Cerita Lisa membuat Julie dan Vania merasa semakin bersalah. Lisa memeluk Julie lalu pamit pulang dengan wajah yang masih sembab.
” Loe bener Van, gue konyol, gue terlalu kekanakan. Gue gak pernah sadar kalau gue bukan Juliette yang ada dalam dongeng itu. Dan hidup Romi seharusnya gak berakhir seperti Romeo di dalam dongeng itu. Gue bodoh. Gue udah mempermainkan hidup orang untuk memuaskan imajinasi konyol gue. Gue mau mati aja” Lirih Julie sambil tertunduk menatap tanah merah dihadapannya. Vania ingin tidak bersuara. Dia bingung harus bilang apa. Menyalahkan Julie? Membuat kisah ini berakhir seperti kisah dongeng itu? Tapi Vania harus menguatkan Julie. Julie tidak boleh terus-terusan di dera perasaan bersalah.
”Loe harus hidup baik-baik buat Romi. Loe gak mau kan kisah romeo and Juliette itu terulang lagi?” Nasihat Vania. Julie terisak. Akan berat bagi Julie unntuk melanjutkan hidupnya.
”Romi pergi bukan karena loe. Ini udah garis Tuhan. Hanya saja melalaui perantara diri loe karena Tuhan pengen kepergian Romi bisa jadi pelajaran buat loe. Setelah ini loe harus bisa berfikir lebih dewasa. Lebih bijaksana ” Vania memeluk sahabatnya yang terisak semakin keras.
Julie mengangguk dalam dekapan Vania. Julie berjanji kisah Romeo and Juliette nya harus benar-benar berakhir disini. Kelak kisah Juliette yang lain harus berakhir indah...................**