Mungkinkah bila
kubertanya pada bintang-bintang
Dan bila, kumulai
merasa bahasa kesunyian.
Sadarkan aku yang
berjalan dalam kehampaan
terdiam terpana
terbata semua dalam keraguan
aku dan semua yang
terluka karena kita………….
Tau apa anak-anak
pinggir jalan itu tentang mimpi yang sempurna? Yang mereka tahu hanyalah
bermimpi menjadi gue. Menjadi seorang vokalis dari band terkenal yang
lagu-lagunya selalu mereka senandungkan disela-sela mobil yang terjebak macet
setiap pagi dan senja.
**
**
Uki berjalan gontai menyusuri jalan-jalan yang belum pernah
ia tapaki sebelumnya. Bukan, bukan karena Uki tidak pernah kesini. Dia melewati
jalanan ini hampir setiap hari. Hanya saja baru kali ini ia memutuskan untuk
turun dari kendaraan mewahnya dan memilih untuk menyusurinya dengan kaki
sendiri.
**
“Ajarin gue main
gitar dong bang. Masa adeknya anak band terkenal gak bisa main gitar. Malu kan”
Bujuk Ale hamper setiap hari jika Uki pulang kerumahnya di Bandung dan sempat
duduk bersama adiknya beberapa menit.
“Gue capek Le, besok
ada perform di PVJ. Nanti-nanti aja ya kalo ada waktu kosong baru gue ajarin”
Tolak uki sambil menepuk pundak Ale. Jawaban yang selalu sama. Klise.
**
Mereka menyanyikan
lagu dengan suara sumbang, nada-nada yang melompat jauh dari ritmenya. Tau apa
mereka soal lagu? Mereka hanya ingin makan. Mereka hanya ingin para pemilik
mobil itu tergerak untuk mengulurkan tangan keluar dari jendela sambil menjatuhkan
beberapa uang receh ke kantong bekas permen yang mereka sodorkan.
**
Uki merapatkan jaketnya, menurunkan penutup kepalanya sampai
separuh wajahnya hamper tidak terlihat. Uki berjalan terus. Berjalan terus
menghampiri kerumunan anak-anak kecil lusuh yang duduk dan berlari bergantian mengejar
mobil-mobil yang masih tersisa melewati jalan raya yang mulai sepi. Malam
memang sudah naik semakin tinggi.
**
“Loe punya otak gak
sih Le? Loe harusnya bisa ngelakuin sesuatu yang berguna buat masa depan loe.
Bukan jadi liar kaya gini. Loe harusnya punya mimpi” uki menunjuk-nunjuk wajah Ale
geram. Berita tentang tertangkapnya adik seorang vokalis band ternama sedang
berpesta miras disebuah hotel di Bandung marak dibahas di hamper semua media
cetak dan elektronik. Uki lah yang harus kena imbasnya. Di tengah padatnya
jadwal konser dan road show. Uki masih harus di repotkan oleh berbagai permintaan
wawancara tentang kasus adiknya.
“Kenapa? Loe malu
punya adek kaya gue? Bilang aja ke mereka kalo gue ini anak boleh nemu. Mereka
bakal percaya kok. Kita gak pernah ada mirip-miripnya. Bokap juga sering bilang
kaya gitu” Jawab Ale sinis. Uki merasa sikap adiknya mulai berubah semenjak
masuk SMA. Pergaulannya mulai tidak terarah. Ibu dan Ayahnya pun sering
kewalahan mengatasi sikap Ale yang mulai suka membangkang.
**
Lalu anak-anak lusuh itu akan menepi
dan menghitung koin-koin serta uang kertas lusuh yang terkumpul dari hasil
menyanyikan lagu-lagu gue. Lagu-lagu yang gue ciptakan dengan sepenuh hati,
dengan seluruh waktu dan fikiran yang gue miliki. Kenapa justru sekarang bukan
gue yang menikmati. Kenapa penyanyi-penyanyi jalanan itu yang terlihat lebih
menghayati dan jadi banyak bermimpi.
Sementara mimpi gue pelan-pelan terasa mulai habis terurai di barisan
lirik-lirik dan nada-nada yang gue cipta. Gue bertanya-tanya. Apakah ketika gue
sudah mendapatkan apa yang gue impikan maka
semuanya bisa disebut sempurna? Jika iya, lalu apalagi?
**
Anak-anak kecil lusuh itu berhenti sejenak melupakan
aktifitasnya begitu melihat Uki mendekat, seperti menebak-nebak, wajah familiar
yang tersembunyi dibalik tudung jaket itu. Tapi sebentar saja, lalu mereka
berusaha tak acuh lagi. Mungkin mereka berfikir yang dilihatnya itu hanya mimpi dari fikiran mereka yang sudah separuh
terlelap. Mata-mata itu memang sudah sayu.
**
“Adikmu over dosis
Ki. Dokter gak bisa menolong dia lagi. Ale udah pergi ninggalin kita” Ucap
ibunya dengan suara begetar menahan tangis. Uki terpaku, kakinya seperti
tertambat di tempatnya berdiri. Baru kemarin dia meraih penghargaan dari
persembahan music award bergengsi atas prestasi yang ia dan teman-teman bandnya
hasilkan. Dan hari ini dia harus menerima kenyataan bahwa adiknya pergi dengan
cara yang begitu menyedihkan. Bale overdosis. Tapi kenapa bisa? Kenapa adiknya
tidak punya mimpi sesempurna mimpinya?
**
Aku kan menghilang, dalam pekat
malam
lepas ku melayang
Biarlah kubertanya pada
bintang-bintang
Tentang arti kita
Dalam mimpi yang sempurna
**
Para penyanyi jalanan itu
mengosongkan kembali isi kantung bekas permennya. Dengan semangat yang masih
sama dan suara sumbang yang semakin menggema, mereka mulai lagi bernyanyi.
Menyanyikan lagu gue. Lalu perlahan gue mulai menyadari bahwa kesempurnaan dari
mimpi gue yang selama ini tidak gue temukan dari alunan merdu petikan gitar
mahal yang biasa gue pakai justru keluar dari iringan musik sederhana bunyi
gemerincing tutup botol bekas yang saling bertumbuk ditangan para pengamen clik
itu. Mereka yang menyempurnakan mimpi gue. Orang-orang yang terlupakan.
**
Uki
duduk begitu saja disebelah dua orang anak kecil yang sedang beristirahat di
tangga jembatan penyebrangan. Mereka dua orang bocah laki-laki. Yang satu
sepertinya lebih tua dari anak yang lain. Yang terlihat lebih tua tampak
memperlihatkan cara memainkan sebuah gitar kecil bersenar tiga kepada anak yang
lebih muda.
**
“Kamu
liatin dulu ya dek caranya. Ingetin abang taruh jari-jari abang dimana” kata
sang Kakak kepada adiknya. Adiknya mengangguk dan tampak serius mengamati.
Sesekali mereka tertawa bersama jika nada yang sang kakak petik kan terdengar
salah dan tidak pas.
Uki
diliputi keharuan yang menyesakkan dadanya. Dia tidak tahu apa-apa tentang
mimpi yang sempurna. Yang selama ini ia tau hanyalah mendapatkan
sebanyak-banyaknya apa yang ingin ia dapatkan. Uki lupa membagi apa yang sudah
ia miliki bahkan kepada orang terdekat yang paling mengaguminya. Ale. Kedua
bocah iu mengingatkannya pada Ale. Adik semata wayangnya yang sering luput dari
perhatiannya.
“Bang loe keren banget bang tadi
dipanggung. Ajarin gue gitar dong bang. “
“Entar ya Le, kalo gue ada waktu
kosong.”
**
“Ibu nemuin ini
dirak buku di kamar Ale, Ki” ibu menyerahkan sebuah buku catatan yang sudah tampak
usang dan terlipat diujung-ujungnya. Uki terpana sejenak menerka-nerka apa isi
dari buku yang terlihat seperti lama terlupakan oleh pemiliknya itu. Uki lalu
menerimanya dan membukanya perlahan. Uki melihat beberapa catatan lagu dan
kuncinya. Juga gambar cara bermain gitar yang Ale print dari internet. Beberapa
guntingan foto wajah Uki dari buku-buku accord yang biasa dijual di tukang
Koran pinggir jalan Ale tempel di beberapa halaman buku tersebut. Dan kata-kata
yang Ale tuliskan di bawah salah satu guntingan foto Uki membuat rasa sesal
luar biasa menyiksa perasaannya.
‘itu Abang gue. Dia
bisa ngebuktiin sama semua orang kalo mimpi-mimpi indah itu selalu bisa dibawa
kedunia nyata. Kelak gue bakal bisa sehebat dia. Dia udah janji mau ngajarin
gue main gitar. Rock You Bang”
‘Persetan sama gitar
dan mimpi jadi musisi. Gue emang gak bakat. Gue emang bukan Uki. Gue Ale. Dan
gue gak bisa apa-apa selain bikin onar. Kenapa nyokap sama bokap gak pernah
ngeliat gue? Kenapa meraka Cuma ngeliat Uki yg sempurna? Wtf’
**
Kalau aja gue tau bahwa
kesempurnaan dari mimpi yang terwujud bukanlah dari seberapa banyak hal yang
udah gue dapetin, tapi dari seberapa banyak hal yang udah gue berikan buat
orang lain. Mungkin gue gak akan pernah bilang “entar” waktu Ale minta sama gue
buat ngajarin dia main gitar. Membantu Ale mewujudkan mimpinya. Menyempurnakan
mimpi gue. Maafin gue Le.
**
Uki
menyentuh pundak kedua bocah lelaki yang sejak tadi memetikkan nada yang salah
pada gitar kecilnya. Kedua bocah itu menoleh dan tertegun. Mereka pasti
mengenali Uki. Bukankah setiap hari mereka mencari nafkah dengan menyenandugkan
lagu- lagu miliknya? Bocah yang paling besar tidak bisa menyembunyikan
keterkejutannya. Dia menepuk-nepuk pipinya beberapa kali untuk meyakinkan bahwa
dirinya sedang tidak tidur dan bermimpi.
“Mau
kakak ajarin cara mainin kunci di bagian reff yang susah tadi?” Uki memangku gitarnya dan mulai
memetikkan jari-jarinya diatas senar. Dan alunan musik merdu serta suara
sumbang kedua pengamen cilik itu mengalun memecah malam yang semakin sepi.
Yang lain mungkin sedang bermimpi~